TUGAS MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
“ISLAM DI INDONESIA”
NAMA : FINURIKA
NIM : 43114110177
JURUSAN : MANAJEMEN
FAKULTAS : EKONOMI DAN BISNIS
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Hadirnya
Islam di muka bumi merupakan sebuah anugrah yang di berikan oleh
Sang Maha Pencipta
kepadan umat manusia, sehingga dapat membenahi kesemerawutan, dan kebobrokan
umat manusia pada saat itu.
Kejahiliahan
masyarakat pada saat itu sedikit demi sedikit dapat ditangani oleh Islam
melalui penyebaran ajarannya, walaupun hal tersebut mulanya di tentang oleh
masyarakat. Berkat ketekunan, ketangguhan, dan kesabaran Nabi Muhammad dan
sahabat, Islam dapat tersebar luas hingga ke plosok dunia, Indonesia merupakan
salah satu didalamnya.
Sejak
zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar yang
sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute
pelayaran dan perdagangan antar kepulauan Indonesia dengan berbagai
daerah didataran Asia Tenggara.
Wilayah
barat Nusantara dan sekitar malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang
menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik
para pedagang, serta menjadi daerah lintasan penting antara cina dan india.
Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke 1 dan ke 7 M
sering disinggahi oleh pedagang asing.
POKOK
– POKOK PERMASALAHAN
1.
proses awal masuknya Islam
Indonesia
2.
perkembangan islam di beberapa
periode yakni sebelum kemerdekaan, pasca kemedakaan dan pasca reformasi.
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
PROSES MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA
Masuk dan berkembangnya Islam ke
Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan
terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam.
Suatu
kenyataan bahwa kedatangan Islam ke Indonesia dilakukan secara damai.[1] Islam
dalam batas-batas tertentu disebarkan oleh pedagang, kemudian dilanjutkan oleh
para guru agama dan pengembara sufi. Orang yang terlibat dalam penyebaran islam
tidak bertendensi, mereka hanya melakukan kewajiban tanpa pamrih, sehingga
nama-nama mereka berlalu begitu saja. Dampaknya ialah terjadi perbedaan
pendapat mengenai kedatangan islam pertama kali di Indonesia.
Secara garis besar perbedaan
pendapat itu dapat dibagi sebagai berikut:
a. Dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda,
diantaranya Snouck
Hurgronje yang berpendapt bahwa Islam
datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat dengan bukti ditemukannya
makam sultan yang beragama Islam pertama Malik as-Sholeh, raja pertama kerajaan
samudra pasai yang dikatakan berasal dari gujarat.
b. Dikemukakan oleh sarjana-sarjana Muslim, diantaranya
Prof. Hamka, yang mengadakan “Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” di
Medan tahun 1963. Hamka dan teman-temannya berpendapat bahwa islam sudah datang
ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (± abad ke-7 sampai 8 M)
langsung dari Arab dengan bukti jalur
pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai jauh sebelum abad
ke-13 melalui selat malaka tang menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia
Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat.
c. Sarjana muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah mengkompromikan kedua pendapat
tersebut. Menurutnya memang benar Islam sudah datang ke indonesia sejak abad
pertama Hijriyah atau abad ke-7 M, tetapi baru dianut oleh pedagang Timur
Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-besaran dan
mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya Kerajaan Samudra
Pasai.
Islam ke Indonesia adalah melalui saluran-saluuran
sebagai berikut:
a. Perdagangan, yang menggunakan sarana
pelayaran.
b. Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh
yang berdatangan bersama para pedagang. Para mubaligh itu bisajadi juga para
sufi pengembara.
c. Perkawinan, yaitu perkawinan antara
pedagang muslim mubaligh dengan anak bangsawan Indonesia. Hal ini akan
mempercepat terbentuknya inti sosial, yaitu keluarga muslim dan masyarakat
muslim. Dengan perkawinan itu secara tidak langsung orang muslim tersebut
status sosialnya dipertinggi dengan sifat kharisma kebangsawanan. Lebih-lebih
apabila pedagang besar kawin dengan putri raja, maka keturunannya akan menjadi
pejabat birokrasi.
d. Pendidikan, Islamisasi juga dilakukan
melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh
guru-guru agama, kyai-kyai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu calon
ulama, guru agama dan kyai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari
pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ke tempat
tertentu mengajarkan islam.
Misalnya, pesantren yang
didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri.
Keluaran pesantren giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan
agama Islam.
e. Tasawuf, pengajar-pengajar tasawuf, atau
para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal
luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan
mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan.[6] Mereka
juga ada yang kemudian diangkat menjadi penasehat dan atau pejabat agama di
kerajaan. Di Aceh ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsudin Sumatrani, Nuruddin ar
Raniri, Abd. Rauf Singkel. Demikian juga kerajaan-kerajaan di Jawa mempunyai
penasehat bergelar wali, yang terkenal adalah Wali Songo.
Para sufi menyebarkan Islam
melalui dua cara:
1.
Dengan membentuk kader mubaligh, agar mampu
menyebarkan
agama
Islam di daerah asalnya.
2.
Melalui karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca
diberbagai tempat.
Di abad
ke 17, Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para
ulama dan para sufi.
f. Kesenian, saluran yang banyak sekali
dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni. Wali Songo,
terutama Sunan Kali Jaga, mempergunakan banyak cabang seni untuk islamisasi,
seni arsitektur, gamelan, wayang, nyanyian, dan seni busana.[7]
g. Politik, di Maluku dan Sulawesi selatan,
kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu.
Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.
Disamping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi
kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non
Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk
kerajaan non Islam itu masuk Islam.
B.
PERKEMBANGAN
ISLAM PADA SEBUAH PERIODE
Fase Sebelum Kemerdekaan
Islam tersebar di Indonesia
melalui pedagang yang berdagang ke Indonesia, di mana masyarakat Indonesia
sebelum Islam mayoritas memeluk agama Hindu. Islam tersebar di Indonesia pada
abad pertama Hijriyah atau abad ketujuh sampai ke delapan Masehi. Daerah yang pertama pertama
di kunjungi oleh penyebar Islam adalah sebagai berikut:
• Pesisir utara pulau Sumatera, yaitu di peureulak Aceh Timur, kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan Islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara.
• Pesisir utara pulau Jawa
kemudian meluas sampai ke Maluku yang selama beberapa abad menjadi pusat
kerajaan Hindu yaitu kerajaan Maja Pahit Dalam sejarah perkembangan Islam di
Indonesia kita tak lepas dari para wali-wali kita yang di sebut dengan wali sembilan (wali songo) yang dengan
ketulusan mereka dan pengorbanan mereka sehinnga Islam dapat tersebar di
Indonesia wali songo tersebut adalah:
1.
Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.
2.
Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah
Ampel Surabaya.
3.
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel
memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim,
menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4.
Sunan Drajat juga putra dari Sunan
Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin,
menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.
5.
Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah
Bukit Giri (Gresik)
6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran
Islam di daerah Kudus.
7.
Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya
menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.
8.
Sunan Muria adalah putra Sunan
Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid
menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria.
9.
Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam
di Jawa Barat (Cirebon)
Ada tiga tahapan “masa”
yang di lalui atau pergerakan islam sebelum kemerdekaan, yaitu:
1. Pada Masa Kesultanan
Daerah yang sedikit sekali
disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh, Minangkabau di
Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam secara mendalam mempengaruhi
kehidupan agama, social dan politik penganut-penganutnya sehingga di
daerah-daerah tersebut agama islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang
lebih murni.
Dikerajaan Banjar
dengan masuk islamnya raja banjar. Perkembangan islam selanjutnya tidak begitu
sulit, raja menunjukkan fasilitas dan kemudahan lainnya yang hasilnya membawa
kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan islam. Secara
konkrit kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya
Mufti dan Qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang
Fiqih dan Tasawuf.
Islam
di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan jawa, ia banyak
memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang dianut agama
Hindu-Budha.Para wali terutama Wali Songo sangatlah berjasa dalam pengembangan
agama islam di pulau Jawa.
Menurut
buku Babad Diponegoro yang dikutip Ruslan Abdulgani dikabarkan bahwa Prabu
Kertawijaya penguasa terakhir kerajaan Mojo Pahit, setelah mendengar penjelasan
Sunan Ampel dan sunan Giri, maksud agam islam dan agama Budha itu sama, hanya
cara beribadahnya yang berbeda.
2. Pada Masa Penjajahan
Dengan datangnya
pedagang-pedagang barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan
pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India yang beragama islam, kaum pedagang
barat yang beragama Kristen melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang
teknologi persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan
Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan islam di
sepanjang pesisir kepulauan nusantara. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia
untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan rempah-rempah,
kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut.
Waktu itu kolonial belum
berani mencampuri masalah islam, karena mereka belum mengetahui ajaran islam
dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem social islam. Pada tahun 1808
pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi kepada para bupati agar urusan agama
tidak diganggu, dan pemuka-pemuka agama dibiarkan untuk memutuskan
perkara-perkara dibidang perkawinan dan kewarisan.
Tahun 1820 dibuatlah
Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini. Dan pada tahun 1867 campur
tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya instruksi kepada bupati dan
wedana, untuk mengawasi ulama-ulama agar tidak melakukan apapun yang
bertentangan dengan peraturan Gubernur Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka
mengatur lembaga peradilan agama yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara
perkawinan, kewarisan, perwalian, dan perwakafan.
Apalagi setelah kedatangan
Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan
Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia,
karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab,
Jawa, dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik
islamnya.
Fase Sesudah Kemerdekaan
Masa seteleh diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia,
bisa kita sebut sebagai Rezim Orde lama , dimana Soekarno bertindak sebagai
kepala negara.
Pemerintahan Soekarno yang berlangsung sejak tahun 1945
nyatanya bisa katagorikan kedalam dua kelompok besar, yakni masa Demokrasi
Liberal (1945-1958) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1966).
1. Islam masa Revolusi dan Demokrasi Liberal
Pada awal kemerdekannya,
pemerintahan akan dijalankan berlandaskan ajaran agama Islam ataukah secara sekuler. Hal ini dipicu oleh
tindakan dimentahkannya kembali Piagam Jakarta. Kedudukan golongan Islam
merosot dan dianggap tidak bisa mewakili jumlah keseluruhan umat Islam yang
merupakan mayoritas. Misalnya saja, dalam KNIP dari 137 anggotanya, umat islam
hanya diwakili oleh 20 orang, di BPKNIP yang beranggotakan 15 orang hanya 2
orang tokoh Islam yang dilibatkan. Belum lagi dalam kabinet, hanya Menteri
Pekerjaan umun dan Menteri Negara yang di percayakan kepada tokohIslam, padahal
Umat Islam mencapai 90% di Indonesia.
2. Pembentukan Kementrian Agama
Pembentukan Kementrian
Agama ini tidak lepas dari keputusan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
dalam sidangnya pada tanggal 25-26 Agustus 1945 yang membahas agar dalam
Indonesia yang merdeka ini soal-soal keagamaan digarap oleh suatu kementrian
tersendiri, tidak lagi bagian tanggung jawab kementrian Pendidikan. Kementrian
Agama resmi berdiri 3 Januari 1946 dengan Menteri Agama pertama M. Rasyidi yang
diangkat pada 12 Maret 1946.
Awalnya kementrian ini
terdiri dari tiga seksi ,kemudian menjadi empat seksi masing-masing untuk kaum
Muslimin, Potestan, Katolik Roma, dan Hindu-Budha. Kini strukturnya pun
berkembang, terdiri dari lima Direktorat Jenderal ( Ditjen Bimbingan Masyarakat
Islam dan Bimbingan Haji, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Bimbingan
masyarakat Katolik, Ditjen Bimbingan Protestan dan Ditjen Bimbingan
Hindu-Budha) juga dibantu oleh Inspektorat Jenderal, Sekertariat Jenderal,
Badan Penelitian dan Pembangunan (Balitbang) Agama serta Pusat pendidikan dan
Latihan (Pusdiklat ) Pegawai.
Tujuan dan Fungsi
Kementrian Agama (dirumuskan pada 1967) :
1. Mengurus serta mengatur
pendidikan agama di sekolah-sekolah serta membimbing perguruan-perguruan agama.
2. Mengikuti dan
memperhatikan hal yang bersangkutan dengan Agama dan keagamaan.
3. Memberi penerangan dan
penyuluhan agama.
4. Mengurus dan mengatur
peradilan agama serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hukum
agama.
5. Mengurus dan
mengembangkan IAIN, perguruan tinggi agama swasta dan pesantren luhur, serta
mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi.
6. Mengatur, mengurus dan
mengawasi penyelenggaraan ibadah haji.
Meskipun Departemen Agama
dibentuk, namun tidak meredakan konflik ideologi pada masa sesudahnya.
Setelah Wakil Presiden
mengeluarkan maklumat No.X pada 3 November 1945 tentang diperbolehkannya
pendirian partai-partai politik, tiga kekuatan yang sebelumnya bertikai muncul
kembali , Masyumi (majlis Syuro Muslimin Indonesia), Partai Sosialis (dengan
falsafah hidup Marxis ) dan PNI (Partai Nasionalis Indonesia) yang Nasionalis
Sekuler. Setelah pemilu tahun 1955, banyak terjadi dialog ideologi secara
terbuka dan memunculkan tiga alternatif dasar negara, yaitu : Islam, Pancasila
dan Sosial Ekonomi.
Pada kurun waktu ini , umat
Islam begitu kompak , buktinya dengan ditandatanganinya Kongres Umat Islam
Indonesia pada tanggal 7-8 November di Yogyakarta. Selain itu , dalam
menghadapi pasukan Belanda yang kembali setelah diboncengi NICA, para Kiyai dan
Tokoh Islam mengeluarkan fatwa bahwa mempertahankan kemerdekaan merupakan
fardhu a’in, sehingga munculah barisan Sabilillah dan Hizbullah. Hasil
terpenting dari kongres ini adalah terbentuknya suatu wadah perjuangan politik
Indonesia.
Disisi lain, Syahrir yang
merupakan pimpinan KNIP mendesak untuk dilakukannya rekonstruksi KNIP melalui
petisi 50 negara KNIP, tujuannya agar kkabinet tak didominasi oleh kolaborator
(jepang dan Belanda). Desakan ini kemudian dikabulkan oleh Presiden, Selain
itu, Syahrir dan kelompoknya juga mendesak untuk dilakukannya perubahan
mendasar dalam sistem pemerintahan Republik, kabinet bukan bertanggung jawab
kepada Presiden,
tapi kepada KNIP, dengan begitu sistem
pemerintahan bukan lagi presidentil, tetapi Parlementer. Masyumi kurang sejalan
dengan usulan Syahrir karena pada kenyatannya Syahrir sangat erat berhubungan
dengan Jepang dan ekspensor Belanda. Presiden pada waktu itu setuju dengan
usulan Syahrir, bahkan kemudian Syahrir diangkat menjadi Perdana Menteri pada
14 November 1945. Hasilnya, dari 14 anggota parlemen, hanya satu orang yang
dapat dianggap mewakili tokoh Umat Islam, yaitu H. Rasyidi yang kemudian
bertamabah pada 3 Januari 1946 dengan diangkatnya M. Natsir sebagai Menteri
Penerangan. Sejak saat itu, Masyumi menjadi oposisi dan baru pada Kabinet Amir
Syarfudin Masyumi masuk sebagai partai koalisi.
Selanjutnya dalam kabinet
Hatta, ada enpat masalah krusial yang harus dselesaikan , yaitu gerakan Darul
Islam, konsekuensi Perjanjian Renville, penyerahan kedaulatan melalui KMB dan
penanganan pemberontakan PKI pada 1948 di Madiun. Dalam kurun waktu 1950-1955
peranan parpol Islam mengalami pasang surut .
Setelah pemilu 1955 dimana
terpilihnya Kabinet Ali Sostroamidjoyo II yang merupakan koalisi PNI, Masyumi
dan NU. Kabinet ini kemudian jatuh pada 1957 karena ingin ikut serta dalam
kekuasaan pemerintahan, selain itu Perti dan Masyumi pun keluar dari kabinet
karena kurang setuju dengan kebijakan dalam menangani krisis di beberapa
daerah. Pemerintahan pun diambil alih oleh Presiden. Pada 1959, dikeluarkanlah
Dekrit Presiden tentang pembubaran konstituante dan sekaligus pemberlakuan
kembali Undang-undang Dasar taun 1945 dan usaha-usaha partai Islam untuk
menegakan sIslam sebagai ideologi negara dalam konstituante pun mengalami jalan
buntu. Dekrit ini sebenarnya ingin mengambil jalan tengah untuk menyatakan
bahwa Piagam Jakarta terkandung dalam UUD 1945, namun tampaknya kemudian
menjadi awal bergantinya sistem demokrasi Liberal berganti menjadi demokrasi
terpimpin.
C. Islam Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Setelah dikeluarkannya
Dekrit Presiden Pada 1959, berakhirlah masa Demokrasi liberal, berubah menjadi
Demokrasi terpimpin Soekarno.
Timbulnya pemusatan
kekuasaan mencuatkan konsekuensi yang variatif terhadap pertai-artai islam.
Dengan beberapa Keppres, sejumlah Parpol dikebiri karena dianggap menciptakan
pemerintahan yang tidak efektif. Beberapa tindakan seperti kristalisasi NU dan
PSII, ( namun Perti yang dianggap wakil kelompok NASAKOM dibiarkan tetap ada),
sedangkan yang terjadi pada Masyumi, beberapa pemimpinnya yang dianggap
pendukung sejati negara Islam dan oposisi yang tak berkesudahan dipenjarakan
dan Masyumi di bubarkan pada 1960.
Partai islam yang tersisa
(NU, Perti dll) melakukan penyesuaian diri dengan keinginan Soekarno yang
didukung oleh ABRI dan PKI. Beberapa bentuk penyesuaiannya seperti pemberian
gelar Waly Al-Amr al-Dahruri bi al-Syaukah kepada Soekarno oleh NU, dan Doktor
Honoris Causa dari IAIN dengan promotor K.H. Saifudin Zuhri (salah satu
pimpinan NU). NU mendukung beberapa manipol Usdek Soekarno, sehingga pasca
dibubarkannya Masyumi, NU menjadi Partai Islam terbesar pada waktu itu..
Anggapan ini kemudian dibantah oleh petinggi-petinggi Nu, merka beralasan hal
ini sebagai bentuk pengimbangan terhadap kekuatan PKI. Satu-satunya kepentingan
Islam yang diluruskan adalah keputusan MPRS tahun 1960 yangmemberlakukan
pengajaran agama di Universitas dan perguruan tinggi. Legislasi Islam sebagai
ideologi negara dianggap memberi pengaruh negatif terhadap pemerintahan.
Di masa Demokrasi terpimpin
ini, Soekarno kembali menyuarakan ide lamanya NASAKOM (Nasionalis, Agamis,dan
Komunis), suatu pemikiran yang ingin menyatukan Nasionalis “sekular”, Islam dan
Komunis.
Dengan menampung ketiganya
dalam satu payung, Soekarno mencoba mengendalikan tiga unsur politik ini.
Namun, dengan adanya upaya ini maka implikasinya, peranan partai mengalami
erosi karena , kecuali PKI yang memainkan peranan penting. Keadaan ini
menimbulkan ketegangan antara Islam dan kmunisme dan munculnya ketidakpuasan
dari pihak Nasionalis Sekuler dan angkatan bersenjata. Kemudian muncul
semacamanggapan adanya penghianatan Soekarno terhadap Pancasila. Soekarno
dianggap berselingkuh. Pancasila ditafsirkan sesuai dengan caranya sendiri.
Meskipun dalam Pancasila sendiri, unsur-unsur NASAKOM ini nampak jelas ada di
dalamnya. Tetapi dengan mengangkatnya dari sebuah substansi yang ada di dalam
menjadi sebuah ideologi yang setara, maka penduaan ini tidak terelakkan.
Indonesia harus mengangkat Pancasila sekaligus menjunjung NASAKOM-isme.
Slogan-slogan, kemakmuran, kesejahteraan, nasionalisme yang agamis berusaha
diserukannya , mungkin untuk mengangkat citranya.
Akhirnya masa kejatuhan
kekuasaannya pun tiba. Kondisi negara berkebalikan dengan slogan-slogan Soekarno
yang pada waktu itu ia gembar-gemborkan. Dengan inflasi keuangan negara sebesar
600 persen, maka era Soekarno pun berakhir, dengan gagalnya Geakan 30 September
PKI tahun 1965, dimana umat Islam bersama ABRI dan golongan lain bekerjasama
menumpasnya.
d). Perkembangan Islam Pada Masa Orde Baru (1966-1998)
Pada masa kemerdekaan, tepatnya pada 3 januari 1946 didirikannya depertemen
Agama yang mengurusi keperluan ummat Islam. latar belakang pendiriannya jelas
untuk mengakomodasi kepentingan dan aspirasi ummta Islam sebagai mayoritas
penduduk negeri ini.
Usaha partai-parti Islam
untuk menegakkan Islam sebagai Idiologi negara dalam konstituante mengalami
jalan buntu. Partai-partai Islam itu melakukan penyesuaian terhadap kebijakan
Soekarno. Tidak ada jabatan menteri berposisi penting yang diserahkan kepada
Islam sebagaimana yang terjadi pada masa demokrasi parlementer.Satu-satunya
kepentingan Islam yang diluluskan adalah keputusan MPRS tahun 1960 yang
memberlakukan pengajaran agama di Universitas dan perguruan Tinggi.
Meskipun ummat Islam merupakan 87% penduduk Indonesia dalam kehidupan berbangsa
ini, ide negara Islam secara terus-menerus ditolak. Bahkan partai-partai Islam
mulai dari masa penjajahan hingga masa kemerdekaan selalu mengalami kekalahan,
kecuali diawal pergerakan nasional. Bahkan sekarang dengan
pembaharuan politik partai-partai berideologi Islam pun lenyap.
Kegiatan Islam
semakin berkembang pada masa orde baru ini, diantaranya:
·
Bangunan-bangunan baru Islam (Masjid dan Mushallah)
- Pembangunan Madrasah, Pesantren dan juga Universitas Islam.
- Adanya kegiatan bulan Ramadhan (Pesantren kilat)
- Aktivitas Sosial keagamaan.
- Puisitasi Islam, drama, dan pegelaran seni Islam lainnya.
Sejak
ditumpasnya G 30 S/PKI pada tanggal 1 oktober 1965 bangsa Indonesia telah
memasuki pase baru yang diberi nama Orde Baru. Perubahan Orde Lama menjadi Orde
Baru berlangsung melalui kerjasama erat antara pihak ABRI atau tentara dan
gerakan-gerakan pemuda yang disebut angkatan 1966. Soekarno.
Sebagaimana
dikemukakan diatas MPRS pada tahun 1966 telah bersidang. Pada waktu itu sedang
dilakukan upaya untuk membersihkan sisa-sisa mental G 30 S/ PKI.
Pendidikan Pada Masa Orde Baru
Pemerintahan memandang bahwa agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran rakyat, Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, warga dan masyarakat bangsa dan negara.
Kalau dirunut kebelakang, memang sejak tahun 1966 terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik itu menyangkut kehidupan sosial agama maupun politik. Pada Orde Baru tekad yang diemban, yaitu kembali pada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konskuen, sehingga pendidikan agama memperoleh tempat yang kuat dalam struktur pemerintahan.
Walaupun pendidikan agama mendapat porsi yang bagus sejak proklamasi kemerdekaan sampai Orde Baru berakar. Menurut Abdurrahman Mas’ud , PhD. undang-undang pendidikan dari zaman dahulu sampai sekarang masih terdapat dikotomi pendidikan. Kalau dicermati bahwa undang-undang pendidikan nasional masih membeda-bedakan antara pendidikan umum dan agama, padahal perkawinan, ilmu agama dan umum justru akan menciptakan kebersamaan dan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis serasi dan seimbang. Prof. Ludjito menyebutkan permasalahan yang terjadi dalam Pendidikan Agama Islam walaupun dari sistem pendidikan nasional cukup kuat, namun dalam pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan.
Hal ini karena dipengaruhi
beberapa faktor, yaitu :
· Kurangnya jumlah pelajaran
agama di sekolah
· Metodologi pendidikan agama
kurang tepat. Lebih menitikberatkan pada aspek kognitif daripada aspek afektif
· Adanya dikotomi pendidikan,
meterogenitas pengetahuan dan penghayatan peserta didik
· Perhatian dan kepedulian
pemimpin sekolah dan guru terhadap pendidikan agama kurang
· Kemampuan guru agama untuk
menghubungkan dengan kehidupan kurang
· Kurangnya penanaman
nilai-nilai, tata krama dalam Pendidikan Agama Islam
Seandainya dari enam aspek tersebut bisa ditangani, maka pendidikan agama akan lebih diperhatikan masyarakat.
Seandainya dari enam aspek tersebut bisa ditangani, maka pendidikan agama akan lebih diperhatikan masyarakat.
pemerintah Orde Baru bertekad sepenuhnya untuk
kembali kepada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekuen.
Pemerintah dan rakyat membangun manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia
seluruhnya. Berdasarkan tekad dan semangat tersebut, kehidupan beragama dan
pendidikan agama khususnya, makin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur
organisasi pemerintahan dan dalam masyarakat pada umumnya. Dalam sidang-sidang
MPR yang menyusun GBHN sejak tahun 1973 hingga sekrang, selalu ditegaskan bahwa
pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah negeri dalam semua
jenjang pendidikan, bahkan pendidikan agama sudah dikembangkan sejak Taman
Kanak-Kanak (Bab V pasal 9 ayat 1 PP Nomor 2 Tahun 1989).
a)
Lembaga Pendidikan Islam sesudah Indonesia Merdeka
Setelah Indonesia merdeka dan mempunyai Departemen Agama, maka secara instantional Departemen Agama diserahi kewajiban dan bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan pendidikan agama dalam lembaga-lembaga tersebut. Lembaga pendidikan agama Islam ada yang berstatus negeri dan ada yang berstatus swasta.
Yang
berstatus negeri misalnya seperti :
1)
Madrasah Ibtidaiyah Negeri
(Tingkat Dasar)
2)
Madrasah Tsawiyah Negeri
(Tingkat Menengah Pertama)
3)
Madrasah Aliyah Negeri
(tingkat Menengah Atas). Dahulunya berupa
Sekolah Guru dan Hakim
Agama (SGHA) dan Pendidikan Hakim Islam
Negeri(PHIN)
4)
Perguruan Tinggi Agama
Islam Negeri (PTAIN) yang kemudian berubah
menjadi IAIN (Institut
Agama Islam Negeri)
Peranan Organisasi-organisasi Islam dan
Partai-partai Politik Islam
Dalam perjuangan membela bangsa, Negara dan menegakkan Islam di Indonesia, diantara lain :
Dalam perjuangan membela bangsa, Negara dan menegakkan Islam di Indonesia, diantara lain :
1.
Sarikat Islam (1911)
2.
Muhammadiyah (1912)
3.
Al Irsyad (1914)
4.
Nadhlatul Ulama (1926)
5.
Majelis Islam A’la
Indonesia(1937)
6.
Majelis Syura Muslimin
(1943)
7.
Mathla’ul Anwar (1905)
8.
Persatuan Islam (1923)
Tokoh-tokoh pendidikan
Islam di Indonesia
Adapun beberapa tokoh pendidikan Islam di Indonesia
1. Kyai Haji Ahmad Dahlan (1869 – 1923)
K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dariKH.Abubakar Bin Kyai Sulaiman, Khatib di masjid besar (jami’) Kesulitan Yogyakarta, Ibunya adalah puteri Haji Ibrahim seorang penghulu.
2. Kyai Haji Hasyim Asy’ari (1871-1947)
K.H. Hasyim asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di Jombang Jawa Timur, mula-mulai ia belajar agama Islam pada ayahnya sendiri Kyai Asy’ari Kemudian ia belajar ke pondok pesantren Purbalinggo. Kemudian pindah lagi ke Plangitan, Semarang, Madura, dan lain-lain
Adapun beberapa tokoh pendidikan Islam di Indonesia
1. Kyai Haji Ahmad Dahlan (1869 – 1923)
K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dariKH.Abubakar Bin Kyai Sulaiman, Khatib di masjid besar (jami’) Kesulitan Yogyakarta, Ibunya adalah puteri Haji Ibrahim seorang penghulu.
2. Kyai Haji Hasyim Asy’ari (1871-1947)
K.H. Hasyim asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di Jombang Jawa Timur, mula-mulai ia belajar agama Islam pada ayahnya sendiri Kyai Asy’ari Kemudian ia belajar ke pondok pesantren Purbalinggo. Kemudian pindah lagi ke Plangitan, Semarang, Madura, dan lain-lain
Maka di bawah pimpinan KH.
Ilyas dimasukkan pengetahuan umum ke dalam Madrasah Salafiyah, yaitu:
1)
Membaca dan menulis huruf latin
2)
Mempelajari bahasa Indonesia
3)
Mempelajari ilmu bumi dan sejarah Indonesia
4)
Mempelajari ilmu berhitung. Semuanya itu diajarkan dengan memakai buku-buku
huruf latin.
3. KH Abdul Halim (1887 –
1962)
KH. Abdul Halim lahir di Ciberelang, Majalengka pada tahun 1887 M. Dia adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah Majalenga, Jawa Barat, yang kemudian berkembnag menjadi persyerikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911, yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M/9 Rajab 1371 H.
KH. Abdul Halim lahir di Ciberelang, Majalengka pada tahun 1887 M. Dia adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah Majalenga, Jawa Barat, yang kemudian berkembnag menjadi persyerikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911, yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M/9 Rajab 1371 H.
a) Perkembangan Islam Setelah
Reformasi.
Tidak diketahui secara
persis apa yang dimaksud oleh sementara pihak yang melihat maraknya kehidupan
politik Islam dewasa ini sebagai suatu fenomena yang dapat diberi label
repolitisasi islam. Meskipun demikian, kalau menilik indikator utama yang
digunakan sebagai dasar penialian itu adalah munculnya sejumlah partai politik
yang menggunakan simbol dan asas Islam atau yang mempunyai pendukung utama
komunitas Islam, maka tidak terlalu salah untuk mengatakan bahwa yang dimaksud
adalah fenomena munculnya kembali kekuatan politik Islam. Hal yang demikian itu
didalam perjalanannya selalu terbuka kemungkinan untuk "memolitikkan"
bagian-bagian yang menjadi dasar idiologi partai-partai tersebut. Sekarang pada era
reformasi, gejala demikian mungkin terulang kembali.
Peran kelompok Islam, baik
tokoh Islam maupun mahasiswa Islam dalam mendorong gerakan reformasi sangat
besar. Namun, pada perkembangan selanjutnya, gerakan reformasi tidak selalu
berada dalam pengendalian kelompok Islam. Berbagai problem tersebut
harus mampu diatasi oleh partai-partai Islam pada era reformasi dewasa ini.
Adanya penggabungan secara menyeluruh mungkin tidak realistis, kecuali mungkin
diantara partai-partai Islam yang berasal dari rumpun yang sama. Alternative
lain yang tersedia adalah koalisi, sehingga hanya ada beberapa partai Islam
saja yang ikut dalam pemilu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat saya simpulkan sebagai berikut:
-
Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijrah atau
abad
ke tujuh/ke delapan masehi.
-
Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia
-
Masa Kesulthanan
-
Masa Penjajahan
-
Gerakan dan organisasi Islam
-
Islam pada masa seblum
kemerdekaan, pasca kemerdekaan an
pasca reformasi.
B. Saran
Demikian pembahasan dari
makalah saya. berharap semoga pembahasan dalam makalah ini dapat
membantu dan bermanfaat. Selebih dan sekurangnya kritik dan saran saya harapkan, agar lebih
baik menyempurnakannya.Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Suminto, Aqid., Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta:
Pustaka LP3ES.
Thohir, Ajid., Perkembangan
Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004.
Hasjmy, A., Sejarah
Kebudayaan Islam di Indonesia, cet.1, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1990.
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT.
Karya Toha Putra, 1994.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar